Keikhlasan mungkin tidak datang dengan sendirinya, melainkan dipelajari. Keihlasan tidak muncul secara spontan namun perlahan-lahan. Ikhlas… kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilakukan. Keikhlasan terjadi ketika kita bisa menerima sesuatu yang tidak bisa kita terima atau yang tidak kita harapkan, seperti mempercayai sesuatu yang tidak dipercaya.
Menjadi ikhlas itu sulit namun bukan hal yang mustahil. Keikhlasan merupakan tantangan hidup karena dalam putaran kehidupan akan muncul kewajiban untuk menjadi ikhlas, entah berupa kesenangan, tangisan pun kepedihan. Seribu hujaman, guncangan, kegetiran dan keengganan merasuk dalam jiwa ketika diri memulai sebuah perjalanan ikhlas. Akankah bahagia kan datang ketika puncak ikhlas sudah tercapai, atau hanya akan menjadi seonggok penyesalan dan kenangan manis namun memuakkan yang kan terus menghantui sepanjang hidup? Kita tidak akan pernah tahu jawabannya jika belum mencobanya. Tetapi mengapa banyak orang yang enggan bahkan takut menapaki tangga keikhlasan? begitu menyeramkankah, atau itu hanya sebuah tameng atas kegagalan untuk memperoleh sesuatu?
Begitu banyak pertanyaan bergejolak dalam jiwa, memaksa keluar dan mencari-cari jawaban dalam gelap.
Berlari ke sana kemari, berusaha mencari jawaban pasti, tapi… hanya lelah yang didapat. Ternyata mencari keikhlasan bukan dengan berteriak-teriak, membaca buku, berdiam diri di masjid bahkan bertanya para ahli tasawuf sekalipun.
Keikhlasan bisa didapat seperti layaknya seorang anak kecil belajar berjalan. Perlahan namun pasti kaki mencoba menapak, tertatih namun tanpa putus asa terus mencoba. Tangannya meraba mencari sesuatu yang dapat dipegang agar tidak terjatuh, terkadang dia menangis ketika tubuhnya terjatuh karena kehilangan keseimbangan, tapi kemudian bangkit kembali tanpa jera dan terus berusaha berjalan. Semangat dan tangisan menghiasi perjuangannya. Namun suatu waktu tangisannya berubah menjadi senyum ketika dia sudah mantap berdiri dan mampu berjalan dengan kedua kakinya. Kebahagiaan terpancar dari matanya, ada kepuasan didalamnya dan dia tahu perjuangannya tidak sia-sia.
Begitulah perjalanan keikhlasan dimulai, sulit… namun pada akhirnya kita akan sampai juga ke sana. Satu yang dapat dipahami bahwa menjadi ikhlas bukan berarti tanpa diiringi penyesalan, menjadi ikhlas tidak selamanya harus selalu kuat seperti batu karang dan menjadi ikhlas tidak harus tanpa airmata…
Menjadi ikhlas berarti seluruh jiwa dan hati kita sudah bisa menerima dan mengerti akan apa yang terjadi, walaupun di dalamnya sarat dengan airmata dan rasa pedih di hati. Namun airmata hanyalah hujan yang akan menghapus kemarau di hati yang kering, dan kepedihan akan menjadi pupuk untuk menyuburkannya kembali, sehingga akan tumbuh sesuatu yang indah. Jadi… jika hasil dari keikhlasan begitu indah dan membahagiakan.

0 komentar:

Posting Komentar